B. Upaya
Profesional
Upaya profesional
adalah upaya seseorang guna untuk mentransformasikan kemampuan profesional ke
dalam tindakan mendidik dan mengajar secara berhasil. Upaya profesional ini
antara lain diwujudkan dengan penguasaan keahlian dalam menyusun program
pengajaran sesuai tahap perkembangan anak, menyiapkan pengajaran, menggunakan
bahan-bahan ajar, mengelola kegiatan belajar murid dan mendiagnosa
keberhasilan. Guru juga dapat memperkaya dan meremajakan kemampuan melalui
inovasi dalam mengajar, termasuk dalam mengatasi atau membantu memecahkan
kesulitan belajar anak didik. Sebagai seorang profesional seorang guru dituntut
untuk mengkaji, meneliti dan mengevaluasi cara mengajarnya untuk tidak
mengulangi kegagalan dan tetap berhasil meningkatkan kemampuan belajar anak
setiap saat.( Ace Suryadi, loc.cit.,)
Dalam hal upaya
profesional ini Drs. Moh Uzer Usman mengemukakannya dalam bentuk
peranan-peranan yaitu Pertama, peranan guru dalam proses belajar mengajar,
Kedua, peranan guru dalam pengadministrasian, Ketiga, peranan guru secara
pribadi dan Keempat, peranan guru secara psikologis.
1.
Peranan Guru dalam Proses Belajar Mengajar
Peranan dan
kompetensi guru dalam proses belajar mengajar meliputi banyak hal sebagaimana
yang dikemukakan Adams dan Decey dalam Basic Principle of Student Teaching, antara lain guru sebagai
pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan, partisipan,
ekspeditor, perencana, supervisor, motivator dan konselor. Yang akan
dikemukakan disini adalah peranan yang dianggap paling dominan dan
diklasifikasikan sebagai berikut:
a.
Guru Sebagai Demonstrator
Melalui
peranannya sebagai administrator, lecturer,
atau pengajar, guru hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran
yang akan diajarkannya serta senantiasa mengembangkannya dalam arti
meningkatkan kemampuannya dalam ilmu yang dimilikinya karena hal ini akan
sangat menentukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa.
Salah satu yang
harus diperhatikan oleh guru bahwa ia sendiri adalah pelajar. Ini berarti bahwa guru harus belajar terus
menerus. Dengan cara demikian ia akan memperkaya dirinya dengan ilmu
pengetahuan sebagai bekal dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar dan
demonstrator sehingga mampu memperagakan apa yang diajarkannya secara didaktis.
Maksudnya agar yang disampaikannya itu betul-betul dimiliki oleh anak didik.
Juga seorang guru
hendaknya mampu dan terampil dalam merumuskan Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK),
memahami kurikulum, dan dia sendiri sebagai sumber belajar terampil dalam
memberikan informasi kepada kelas. Sebagai pengajar ia pun harus membantu
perkembangan anak didik untuk dapat menerima, memahami, serta menguasai ilmu
pengetahuan.( Drs. Moh. Uzer Usman, loc.cit.,h. 9)
b.
Guru Sebagai Pengelola Kelas
Dalam
perannya ini, guru hendaknya mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar
serta merupakan aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisasikan.
Lingkungan ini diatur dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada
tujuan-tujuan pendidikan. Pengawasan terhadap lingkungan belajar itu turut
menentukan sampai sejauh mana lingkungan tersebut menjadi lingkungan belajar
yang baik. Lingkungan yang baik adalah yang bersifat menantang dan merangsang
siswa untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan dalam mencapai tujuan.
(Drs. Angalim Purwanto, MP., Ilmu Pendidikan; Teoritis dan Praktis, (Bandung :
Remaja Rosdakarya, 1999), h. 136)
Tanggung jawab
yang lain sebagai manajer yang terpenting bagi guru ialah membimbing
pengalaman-pengalaman siswa sehari-hari kea rah self directed behavior. Salah
satu manajemen kelas yang baik ialah menyediakan kesempatan bagi siswa untuk
sedikit demi sedikit mengurangi ketergantungannya pada guru sehingga mereka
mampu membimbing kegiatannya sendiri. Sebagai manajer, guru hendaknya mampu
memimpin kegiatan belajar yang efektif serta efesien dengan hasil optimal.
Sebagai manajer lingkungan belajar, guru hendaknya mampu mempergunakan
pengetahuan tentang teori-teori belajar mengajar dan teori perkembangan
sehingga kemungkinan untuk menciptakan situasi belajar mengajar yang
menimbulkan kegiatan belajar pada siswa akan mudah dilaksanakan dan sekaligus
memudahkan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum yang
ditentukan oleh negara.( Drs. Moh. Uzer Usman, loc.cit, h. 10).
c. Guru Sebagai
Mediator dan Fasilitator
Sebagai
mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang
media pendidikan karena media pendidikan merupakan alat komunikasi untuk lebih
mengefektifkan proses belajar mengajar. Dengan demikian media pendidikan
merupakan dasar yang diperlukan yang bersifat melengkapi dan merupakan bagian
integral demi berhasilnya proses pendidikan dan pengajaran disekolah.
Guru
tidak hanya cukup memiliki pengetahuan tentang media pendidikan, tetapi juga
harus memiliki keterampilan memilih dan menggunakan serta mengusahakan media
itu dengan baik. (Drs. Cece Wijaya, Dkk., Upaya Pembaharuan dalam Pendidikan
dan Pengajaran, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1991), Cet. III, h. 32).Untuk itu
guru perlu mengalami latihan-latihan praktik secara kontinui dan sistematis,
baik melalui pre-service maupun melalui inservice training. Memilih dan
menggunakan media pendidikan harus sesuai dengan tujuan, materi, metode,
evaluasi dan kemampuan guru serta minat dan kemampuan siswa.
Sebagai
fasilitator guru hendaknya mampu mengusahakan sumber belajar yang berguna serta
dapat menunjang pencapaian tujuan dan proses belajar-mengajar, baik yang berupa
nara sumber, buku teks, majalah, ataupun surat kabar. (Drs. Moh. Uzer Usman,
Op.cit, h. 11)
d. Guru Sebagai
Evaluator
Akan kita
ketahui bahwa setiap jenis pendidikan atau bentuk pendidikan pada waktu-waktu
tertentu selama satu periode pendidikan orang selalu mengadakan evaluasi, yang
artinya pada waktu tertentu selama satu periode pendidikan, selalu mengadakan
penilaian terhadap hasil yang telah dicapai, baik oleh pihak terdidik maupun
pendidik.
Demikian pada
dalam satu kali proses belajar mengajar guru hendaknya menjadi seorang
evaluator yang baik. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah tujuan
pendidikan dan kurikulum yang telah ditetapkan dan dirumuskan sudah tercapai
atau belum, dan apakah materi yang diajarkan sudah cukup tepat. Semua
pertanyaan tersebut akan dapat dijawab melalui kegiatan evaluasi atau penilaian.
Dengan menelaah
pencapaian tujuan pengajaran, guru dapat mengetahui apakah proses belajar
mengajar yang dilakukan cukup afektif memberikan hasil yang baik dan memuaskan,
atau sebaliknya. Jadi, jelaslah bahwa guru hendaknya mampu dan terampil
melaksanakan penilaian karena dengan penilaian, guru dapat mengetahui prestasi
yang dicapai oleh siswa setelah melaksanakan proses belajar.
Dan fungsi
lainnya, guru hendaknya secara kontinu mengikuti hasil belajar yang dicapai
oleh para siswanya. Hal ini akan menimbulkan umpan balik (feedback) terhadap proses belajar mengajar. Dan hal ini dapat
dijadikan titik tolak untuk memperbaiki dan meningkatkan proses belajar
mengajar selanjutnya. Dengan demikian proses belajar mengajar akan terus
menerus ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang optimal.(Ibid).
2.
Peranan Guru dalam Pengadministrasian
Dalam
hubungannya dengan kegiatan pengadministrasian, seorang guru dapat berperan
sebagai berikut:
a.
Pengambilan
inisiatif, pengarah, dan penilaian kegiatan-kegiatan pendidikan. Hal ini
berarti guru turut serta memikirkan kegiatan-kegiatan pendidikan yang
direncanakan serta nilainya.
b.
Wakil
masyarakat, yang berarti dalam lingkungan sekolah guru menjadi anggota suatu
masyarakat. Guru harus mencerminkan suasana dan kemauan masyarakat dalam arti
baik.
c.
Orang yang ahli
dalam mata pelajaran. Guru bertanggung jawab untuk mewariskan kebudayaan kepada
generasi muda yang berupa pengetahuan.
d.
Penegak
disiplin, guru harusmenjaga agar tercapai suatu disiplin.
e.
Pelaksana
administrasi pendidikan, di samping menjadi pengajar, guru pun bertanggung
jawab akan kelancaran jalannya pendidikan dan ia harus mampu melaksanakan
kegiatan-kegiatan administrasi.
f.
Pemimpin
generasi muda, masa depan generasi muda terletak ditangan guru. Guru berperan
sebagai pemimpin mereka dalam mempersiapkan diri untuk anggota masyarakat yang
dewasa.
g.
Penerjemah
kepada masyarakat, artinya guru berperan untuk menyampaikan segala perkembangan
kemajuan dunia sekitar kepada masyarakat, khususnya masalah-masalah pendidikan.
3.
Peranan Guru
secara Pribadi
Dilihat dari segi dirinya sendiri (self oriented), seorang guru
harus berperan sebagai berikut:
a.
Petugas sosial,
yaitu seorang yang harus membantu untuk kepentingan masyarakat. Dalam
kegiatan-kegiatan masyarakat guru senantiasa merupakan petugas-petugas yang
dapat dipercaya untuk berpartisipasi di dalamnya.
b.
Pelajar dan
ilmuwan, yaitu senantiasa terus menerus menuntut ilmu pengetahuan. Dengan
berbagai cara setiap saat guru senantiasa belajar untuk mengikuti perkembangan
ilmu pengetahuan.
c.
Orang tua,
yaitu mewakili orang tua murid di sekolah dalam pendidikan anaknya. Sekolah
merupakan lembaga pendidikan sesudah keluarga, sehingga dalam arti luas sekolah
merupakan keluarga, guru berperan sebagai orang tua bagi siswa-siswanya.
d.
Pencarian
teladan, yaitu yang senantiasa mencarikan teladan yang baik untuk siswa bukan
untuk seluruh masyarakat. Guru menjadi ukuran bagi norma-norma tingkah laku.
e.
Pencarian
keamana, yaitu yang senantiasa mencarikan rasa aman bagi siswa. Guru menjadi
tempat berlindung bagi siswa-siswa untuk memperoleh rasa aman dan puas di
dalamnya.( Ibid,. h. 13)
4.
Peranan Guru secara Psikologis
Peran guru
secara psikologis, guru dipandang sebagai berikut:
a.
Ahli psikologis
pendidikan, yaitu petugas psikologis dalam pendidikan, yang melaksanakan
tugasnya atas dasar prinsip-prinsip psikologi.
b.
Seniman dalam
hubungan antara manusia (artist in human
relation), yaitu orang yang mampu membuat hubungan antara manusia untuk
tujuan tertentu, dengan menggunakan teknik tertentu, khususnya dalam kegiatan
pendidikan.
c.
Pembentukan
kelompok sebagai jalan atau alat dalam pendidikan.
d.
Catalytic
agent, yaitu orang yang mempunyai pengaruh dalam menimbulkan pembaharuan.
Sering pula peranan ini disebut sebagai inovator (pembaharu).
e.
Petugas
kesehatan mental (mental hygiene worker)
yang bertanggung jawab terhadap pembinaan kesehatan mental khususnya kesehatan
mental siswa.
b. Waktu yang
tercurahkan untuk kegiatan professional
Waktu yang
tercurahkan untuk kegiatan professional adalah intensitas waktu dari seorang
guru yang dikonsentrasikan untuk tugas mengajar. Konsep waktu belajar(time on task) yang diukur dari
intensitas belajar siswa secara perorangan. Dari berbagai studi di berbagai
Negara termasuk di Indonesia, telah ditemukan sebagai salah predictor terbaik
dari hasil belajar siswa. Tidak mungkin guru menjadi profesional jika hanya
sebagian kecil waktu yang dicurahkan untuk pekerjaannya, sedangkan sebagian
besar waktunya digunakan untuk, misalnya bekerja ditempat lain, ikut kampanye
pemilu, jadi tukang ojek, atau mengajar rangkap, sehingga ia kehabisan waktu
untuk menekuni pekerjaan dan hasil-hasilnya.
c. Akuntabilitas
Guru bisa
dikatakan profesional jika pekerjaannya itu dapat menjamin kehidupan mereka.
Pendapatan seorang profesional ditentukan oleh kemampuan dan prestasi kerjanya.
Ia terikat oleh kepentingan klien, yaitu siswanya sebagai pembayar pendidikan.
Jika klien puas atas hasil kerjanya, guru akan memperoleh imbalan yang
setimpal. Jika sebaliknya, maka ia tidak sepantasnya memperoleh imbalan yang
memadai. Oleh karena itu, guru seyogyanya bukan kepanjangan tangan dari
birokrasi, ia harus otonom dalam menentukan pendekatan teknis apa pun dalam
upayanya untuk mencapai keberhasilan dalam bekerja.
Dari
berbagai teori yang telah dipaparkan, maka yang dimaksud kualitas guru adalah
kemampuan-kemampuan yang bersifat profesional dengan berbagai macam kapasitas
sebagai seorang pendidik. Kualitas guru dapat diukur melalui persiapan Proses
belajar mengajar. Pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), pelaksanaan
bimbingan dan penyuluhan dan kompetensi kepribadian.
x
Posting Komentar